January 2, 2018

Dukung Satgas anti SARA, Anton Tabah : Polri Jangan Buat Definisi SARA Ngawur Lagi

Anton Tabah (foto: rakyatjakarta.com)
Gema Indonesia - untuk meminimalisir isu SARA pada pelaksanaan pilkada 2018 di 171 kabupaten/kota dan propinsi, Polri akan menggelar patroli siber nonstop 24 jam x 7 hari.

Wakil ketua Komisi Hukum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Anton Tabah Digdoyo mengapresiasi langkah Polri tersebut.


"Saya selaku mantan anggota Polri tentu senang jika benar Polri akan membentuk satuan anti SARA sebagai antisipasi kejahatan atas nama suku, agama, ras walau  sebetulnya Indonesia sudah punya UU tentang hal tersebut yaitu UU UU 1 PNPS 1965, KHUP pasal 156 dan 156a," ujarnya.


Penjabaran UUD 1945 pasal 28 E, 28 J dan 29 ayat 1 yang menegaskan WNI wajib beragama dan menjalankan agama sesuai kitab sucinya. Kebebasan WNI juga dibatasi sesuai pasal 28J dan 29 ayat 1, semua perilaku bangsa Indonesia harus berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa. Untuk itu, Anton berharap Polri hati-hati merumuskan unsur SARA. 

"Jangan keluar dari konsideran batang tubuh dan penjelasan UU juga UUD 45 tersebut," imbuhnya. 

Memilih pemimpin di wilayah mayoritas muslim harus seiman, jelas itu bukan SARA sebab hal itu diatur dalam al-Quran. 

"Jangankan milih pemimpin, milih teman karib milih pasutri juga harus seiman telah diatur di al-Quran surat 3/118, 119 dan di surat 2/221," ucapnya. 


Untuk itu Anton mendukung sekaligus mengingatkan Polri agar tidak salah dalam memahami definisi SARA. 

"Karena itu silakan Polri bentuk Satgas anti SARA tapi jangan sampai salah arti apalagi buat definisi SARA yang ngawur. Jangan sampai kesalahan artikan makar terulang lagi dalam mengartikan SARA," tegasnya. 

Anton mengingatkan agar jangan sampai kesalahan Polri dalam mengartikan makar terulang kembali sehingga 10 tokoh nasional ditetapkan sebagai tersangka tanpa tindak lanjut. Bahkan, dua orang di antaranya yaitu Sri Bintang Pamungkas dan Muhammad Al-Khaththath ditahan berbulan-bulan kemudian dilepas begitu saja tanpa rehabilitas juga kompensasi. 

"MUI perlu mengkaji dan beri masukan tentang SARA untuk menyamakan persepsi, frekuensi, dan harmonisasi. Jangan sampai Polri keliru lagi memaknai SARA," ujarnya.

sumber: rmol.co
Share:

Daftar Berita

Blog Archive

Theme Support