February 2, 2017

Surat Terbuka Ahli Hukum MUI Menjawab Permintaan Maaf Ahok

Republika
Gema Indonesia - Ahli Hukum Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Abdul Chair Ramadhan menulis sebuah surat terbuka untuk menanggapi permintaan maaf Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) kepada Ketua Umum MUI, KH Ma'ruf Amin. Ahok meminta maaf setelah dikecam karena dinilai menghina Kiai Ma'ruf dalam sidang kedelapan kasus penistaan agama, Selasa (31/1).

Di akhir suratnya, Abdul Chair mengimbau para penasehat hukum Ahok bertaubat atas kesalahan membela orang yang telah menistakan agama. Berikut isi lengkap surat terbuka yang bertemakan “TANGGAPAN DAN BANTAHAN ATAS PERMINTAAN MAAF AHOK”:

I Prolog
Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menyampaikan permintaan maaf kepada Ketua Umum MUI K.H. Ma’ruf Amin dan Nahdlatul Ulama (NU), melalui video. Ahok menyampaikan ada kesalahpahaman dalam pernyataannya dalam persidangan kemarin kepada KH. Ma’ruf Amin. Dari video yang dikirimkan oleh Timses Ahok-Djarot kepada detikcom, Rabu (1/2/2017), Ahok mengatakan tidak ada maksud melaporkan K.H. Ma’ruf Amin ke Polisi.

Semua substansi permintaan maaf tersebut adalah justru memperkuat penghinaan yang bersangkutan kepada umat Islam pada umumnya, dan diri pribadi K.H. Ma’ruf Amin pada khususnya. Perhatikan ucapannya yang mengatakan:

“Saya kira itu penjelasan saya, semoga kesalahpahaman ini bisa dihentikan dan terutama jangan dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu yang ingin mengadu domba saya dan pihak NU, apalagi dihubungkan dengan Pilkada.”

“Dan tentu kami tidak ingin bangsa kita yang sudah begitu berjuang digaduhkan lagi oleh kerja oknum-oknum yang mengadu domba. Saya selama ini banyak dibela oleh NU, para nahdliyin, termasuk Banser, Anshor, teman-teman semua. Bagaimana mungkin saya bisa berseberangan dengan NU yang jelas-jelas menjaga kebhinekaan dan nasionalis seperti ini.“

Penjelasan dan permintaan maaf Ahok tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya, dalam rekaman sidang sangat jelas Ahok dan Penasehat Hukum telah melakukan kebohongan publik dan bahkan menyerang kehormatan KH Ma’ruf Amin dan termasuk Majelis Ulama Indonesia.
Berikut subtansi rekaman tersebut:

Ahok telah menyatakan kebohongan publik dengan mengatakan KH Ma’ruf Amin telah menunjuk Habib Rizieq Shihab sebagai Ahli untuk kepentingan pemberian keterangan di sidang pengadilan. Fakta sebenarnya adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI) hanya merekomendasikan nama-nama para Ahli sesuai dengan keilmuannya masing-masing, berdasarkan permintaan dari pihak Bareskrim Mabes Polri, jadi bukan penunjukkan sebagaimana dikatakan oleh Ahok.
   
Ahok mengatakan akan melakukan proses hukum terhadap KH Ma’ruf Amin dengan tuduhan keji “telah berbohong”. Dia juga mengatakan bahwa dirinya telah dipermainkan terkait dengan hak-haknya, ditegaskan pula dirinya telah didzalimi, disebutkan “…dan percayalah, kalau anda mendzalimi saya, anda lawan adalah Tuhan Yang Maha Kuasa …. dan saya akan buktikan satu persatu, dipermalukan nanti.”
   
Salah satu PH Ahok, Humphrey Djemat telah menyudutkan dan mempersiarkan di depan pengadilan bahwa KH Ma’ruf Amin telah dihubungi oleh mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tentang permintaannya untuk segera mengeluarkan Fatwa tentang penodaan agama yang dilakukan oleh Ahok dan yang bersangkutan dengan tegas menyatakan bahwa: “KH Ma’ruf Amin telah memberikan keterangan palsu dan meminta untuk dilakukannya proses hukum.”

II. Tanggapan dan Bantahan

Pertama
Kata-kata: “….jangan dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu yang ingin mengadu domba saya dan pihak NU apalagi dihubungkan dengan Pilkada.…. digaduhkan lagi oleh kerja oknum-oknum yang mengadu domba.”

Mengindikasikan Ahok telah dengan sengaja menuduh Umat Islam di luar NU sebagai pihak yang ingin mengadu domba antara dirinya dan pihak NU. Di luar NU dianggap olehnya sebagai pihak yang bertanggungjawab dalam mengadu domba, dan secara sadar kepastian dimaksudkan adalah pihak pelapor, lawan politik atau pesaingnya dalam Pilkada dan Umat Islam di luar NU.

Padahal, mayoritas pihak pelapor, lawan politik atau pesaingnya tidak dapat diidentikkan dengan NU. Masalah penodaan agama bukanlah masalah institusi kelembagaan NU dan Non-NU maupun MUI, tetapi masalah umat Islam yang menuntut ditegakkannya hukum secara adil kepada pelaku penodaan agama. Bukan hanya kepada Ahok, tetapi kepada siapa saja yang melakukannya. Dugaan penodaan agama yang dilakukan oleh Ahok tidak terkait dengan penyelenggaraan Pilkada, tidak ada hubungannya sama sekali. Justru Ahok yang selalu mengaitkannya.

Kegaduhan bermula justru dari diri Ahok sendiri, semua kegaduhan yang terjadi disebabkan dari perkataan dan tindakannya yang sangat anti dengan Islam, bukan dari pihak lain.

Kedua
Kata-kata: “…. saya selama ini banyak dibela oleh NU, para Nahdliyin termasuk Banser, Anshor….. Bagaimana mungkin saya bisa berseberangan dengan NU yang jelas-jelas menjaga kebhinekaan dan nasionalis seperti ini.”

Ahok telah melakukan politik devite et impera, dengan secara tegas dia melakukan klaim sepihak bahwa dia selama ini telah di bela oleh NU, para Nahdliyin termasuk Banser, Anshor. Dengan demikian, secara sadar kepastian dia mengatakan bahwa semua pihak yang berseberangan dengan dirinya, termasuk yang melaporkannya, yang menggerakkan massa dalam Aksi Bela Islam, termasuk MUI yang mengeluarkan Pendapat dan Sikap Keagamaan MUI terkait dengan Fatwa penghinaan terhadap Alim Ulama dan/atau Umat Islam dan Fatwa penghinaan terhadap Al-Qur’an adalah berseberangan dengan NU dengan segenap ormas dibawah naungannya.

Ormas-Ormas Islam diluar NU dianggap tidak memiliki integritas dalam menjaga kebhinekaan dan tidak memiliki rasa nasionalisme. Hal ini mengindikasikan semakin jelasnya nuansa adu domba, dengan melakukan polarisasi antara NU dan bukan NU.  Ahok telah melakukan klasterisasi antara “NU dengan bukan NU”.  NU diklaim sebagai pembelanya, baik dalam posisinya sebagai Gubernur DKI Jakarta dengan berbagai kebijakannya yang merugikan umat Islam maupun sebagai pembelanya dalam posisinya sebagai Calon Gubernur DKI Jakarta, dan lebih menjurus lagi NU diklaim menjadi pembelanya dalam kasus dugaan penodaan terhadap Al-Qur’an dan penghinaan terhadap Alim Ulama dan/atau Umat Islam.

Ketiga
Terkait dengan pernyataan Ahok dengan tuduhan keji bahwa KH Ma’ruf Amin telah berbohong, bahkan disebutkan “….dan percayalah, kalau anda mendzalimi saya, anda lawan adalah Tuhan Yang Maha Kuasa …. dan saya akan akan buktikan satu persatu, dipermalukan nanti,” merupakan perbuatan fitnah dan penghinaan.

Perkataan “anda mendzalimi” menunjuk kepada “subjek tunggal”, lain halnya jika disebut “kalian”. Dengan demikian, yang dituju adalah diri pribadi KH Ma’ruf Amin. Sangat keji perkataan “anda (baca: KH. Ma’ruf Amin) lawan adalah Tuhan Yang Maha Kuasa” dan “dipermalukan nanti”, bermakna KH Ma’ruf Amin telah melawan Allah SWT, dan Ahok akan mempermalukannya. Jadi adalah bohong pernyataan permohonan maaf yang disampaikan, tidak bermaksud melaporkan KH Ma’ruf Amin, hanya ditujukan kepada para Saksi Pelapor saja.

Pernyataan Humphrey Djemat bahwa KH Ma’ruf Amin telah dihubungi oleh mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tentang permintaannya untuk segera mengeluarkan Fatwa dan pernyataanya bahwa KH Ma’ruf Amin telah memberikan keterangan palsu dan meminta untuk dilakukannya proses hukum, telah menimbulkan dampak negatif di masyarakat, dan dapat menimbulkan gangguan terhadap Ketertiban Umum.

Pernyataan Humphrey Djemat juga termasuk kategori perbuatan fitnah dan bahkan penghinaan atau permusuhan kepada Alim Ulama dan/atau umat Islam. Pernyataan Humphrey Djemat secara sadar kepastian telah menuduh MUI secara institusi melakukan konspirasi dengan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam proses terbitnya Pendapat dan Sikap Keagamaan MUI.

Dengan demikian, antara pernyataan Ahok dan Humphrey Djemat adalah sama, yakni terhadap KH Ma’ruf Amin akan dikriminalisasikan. Terlepas jadi atau tidaknya proses hukum terhadap KH Ma’ruf Amin, pernyataan itu menimbulkan kegaduhan baru di masyarakat dan mengancam Ketertiban Umum.

III. Rekomendasi
Majelis Ulama Indonesia sebagai pihak yang berkepentingan memiliki hak untuk melakukan serangkaian upaya hukum terhadap Penasehat Hukum Ahok dan termasuk Ahok yang telah menciptakan situasi tidak kondusif di masyarakat. Kepada mereka harus dilaporkan kepada pihak yang berwajib sesuai dengan ketentuan hukum pidana.

Majelis Ulama Indonesia harus segera menyampaikan keberatan kepada Jaksa Penuntut Umum dan Majelis Hakim untuk selalu memperingatkan kepada para Penasehat Hukum Ahok agar penyampaian pertanyaan harus dilakukan dengan sopan dan tidak mengarah kepada hal-hal yang bersifat pribadi, tanpa intimidasi psikologis dan pertanyaan harus sesuai dengan konteks pemeriksaan. Penasehat Hukum Ahok memposisikan dirinya telah ‘mengadili’ dan bukan menggali atau mencari kebenaran materiil untuk kepentingan pembelaan (pledoi) pada sidang berikutnya. Selain itu, harus ada ketegasan tentang durasi waktu dalam pemberian keterangan. Sangat tidak lazim pada contoh KH Ma’ruf Amin pemeriksaan terhadapnya selama lebih-kurang 7 (tujuh) jam.

Majelis Ulama Indonesia bersama dengan Ormas-Ormas Islam dan para Pelapor harus meminta kepada Majelis Hakim untuk melakukan penahanan terhadap Ahok, karena yang bersangkutan telah mengulangi perbuatannya. Dikhawatirkan Ahok akan terus membuat kegaduhan baru, mengganggu dan mengancam Ketertiban Umum, menjelang Pilkada dan setelahnya.

Kepolisian Negara Republik Indonesia harus segera mengusut adanya dugaan tindak pidana penyadapan pembicaraan antara KH Ma’ruf Amin dengan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Himbauan Kepada Penasehat Hukum Ahok.
Saya sudah sampaikan teguran dan peringatan keras kepada Sdr. Sirra Prayuna melalui hubungan telephone, Rabu 1 Februari 2017, Jam 10.49 WIB bahwa saya tidak terima dan mengecam atas kelakuan Ahok dan Sdr. Humphrey Djemat. Sirra Prayuna –selaku Ketua Penasehat Hukum Ahok– harus pula bertanggung jawab secara moral atas kelakuan Ahok dan anggota Penasehat Hukum.
Jangan sampai kejadian serupa seperti intimidasi psikologis, pelecehan terhadap para Saksi, terulang kembali pada saat pemeriksaan para Ahli.

Kepada para Penasehat Hukum Ahok, hendaknya anda semua bertaubat, karena jika anda masih membela Ahok sebagai terdakwa penodaan agama, maka menurut syariat Islam anda memiliki kualifikasi yang sama dengan Ahok. 

Takutlah kalian akan sulitnya menghadapi sakratul maut, siksa adzab kubur, dan menghadapi sidang pengadilan Akhirat atas segala apa yang kalian lakukan saat ini. Biarlah para Penasehat Hukum yang non Muslim yang melakukan pembelaan terhadap Ahok.

Jakarta, 1 Februari 2017.

H. Abdul Chair Ramadhan, SH, MH.

Sumber: Republika

Share:

Bantah Penyadapan, Tim Ahok: Pengacara Hanya Memancing Kiai Ma'ruf

liputan6
Gema Indonesia - Tim pengacara terdakwa kasus penistaan agama, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) membantah telah melakukan penyadapan terhadap Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Tim pengacara mengatakan apa yang ditanyakan dalam sidang kedelapan kasus penistaan agama hanya untuk memancing Ketua MUI KH Ma'ruf Amin.

"Telepon Pak SBY tanggal berapa? lalu itu bulan apa? Saat itu kita belum jadi penasehat hukum (Ahok) gimana mau menyadap?," kata salah seorang tim pengacara Ahok, I Wayan Sidarta di Mapolda Metro Jaya, Kamis (2/2) malam.

I Wayan mengatakan dalam sidang kasus penistaan agama kedelapan pada Selasa (31/1) lalu, pihaknya hanya mencoba memancing Kiai Ma'ruf tentang adanya percakapan dengan SBY tersebut. 

"Mempertanyakan jam sekian apa yang terjadi, ada telepon atau gak. Kalau nanya kan boleh. Kalau jam 10.16 Anda apakah ada komunikasi? Bisa juga diubah pertanyaannya. Setelah jumatan atau sebelum jumatan? Pengacara memberikan pancingan," jelasnya.

Seperti diketahui, dalam persidangan kasus dugaan penistaan agama Selasa (31/1) lalu, pihak Ahok mengaku memiliki bukti percakapan telepon antara SBY dan Kiai Ma'ruf. Pihak Ahok mengatakan, dalam percakapan tersebut SBY meminta MUI untuk mengeluarkan fatwa mengenai pernyataan Ahok yang mengutip Surah al-Maidah ayat 51 di Kepulauan Seribu.

Sebelumnya kuasa hukum Ahok, Humphrey Djemat mengaku memiliki bukti adanya komunikasi antara SBY dan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin terkait dengan fatwa penistaan agama. "Saya bilang komunikasi, ada komunikasi (antara SBY dengan Ma'ruf)," ujarnya, Rabu (1/2).

Menurut Humphrey, komunikasi itu bisa beragam bentuk untuk dijadikan barang bukti saat persidangan. "Bahkan kalau saya bilang ada orang yang dengar kan bisa. Jadi ya jangan ngambil kesimpulan sendirian begitu. Emang kita bilang di pengadilan ini rekaman pak, kan enggak ada. Kenapa dibilang rekaman?" Kata Humphrey.

Sumber: Republika

Share:

Kesaksian Warga Tionghoa Tanjung Priok: KH Ma'ruf Itu Pelindung Kami!

Republika - Arief Poyuono (kiri).
Oleh: Arief Poyuono*

Lama saya tidak mau mengomentari tentang kelakuan Ahok terhadap umat Islam ..

Tapi saya berpikir sudah saatnya saya bicara jujur dan apa adanya setelah perlakuan Ahok terhadap KH Maruf Amin

Saya Arief Poyuono tinggal dan besar di Jl Sindang Tanjung, Priok sebuah daerah Pelabuhan yang dihuni multietnik dan multistrata ekonomi. Saya tinggal tak jauh dari rumah KH Ma'ruf Amin. Dan saya menyaksikan langung kiprah dia di dalam membimbing dan mengayomi masyarakat.

Dua Peristiwa kerusuhan Sosial Anti Cina terjadi di Tanjung Priok saat saya tinggal di Tanjung Priok, yaitu tahun 1984 peristiwa Tanjung Priok berdarah dan Peristiwa kerusuhan 1998.

Saya saksi hidup betapa mulia dan baiknya hati Seorang KH Ma'ruf Amin yang mau menjadikan rumah tinggalnya untuk dijadikan tempat perlindungan bagi warga Tionghoa yang rumahnya habis dijarah dan dibakar.
Pada saat itu rumah KH Ma'ruf menjadi tempat perlindungan warga Tionghoa yang ketakutan akibat penjarahan. Saya ingat betul bahwa saya tinggal di rumah tersebut tiga hari lamanya. Kami semua diberi makan-minum secara cuma-cuma oleh beliau. Kala itu ibu (isteri) KH Ma'ruf masih hidup. Saya ingat 'para pengungsi' yang menginap di rumah beliau dikasih makan dengan lauk telur.

Bukan hanya itu, KH Maruf Amin juga ke luar rumah untuk melarang sekelompok orang yang waktu itu di tahun 1984 hendak berlaku anarkis. Dia mengatakan langsung kepada mereka agar jangan membakar gereja yang ada di sekitar wilayah di Tanjung Priok!

Nah, aneh bin ajaib bila pada hari-hari ini Ahok yang mungkin baru tinggal di Jakarta tidak lebih dari 25 tahun, berani menghina KH Maruf Amin yang baik dan berhati mulia itu. Kami yang telah merasakan langsung apa yang dilakukannya jelas tak terima dan tersakiti. Apalagi kami kenal betul dengan kerabat beliau yang sampai sekarang menjadi kawan dan akrab dengan kami.

Bahkan, saking akrabnya, bila orang lain memanggil Kiai Ma'ruf dengan sebutan 'kiai', saya pribadi dan para teman lainnya, memanggilnya dengan sebutan 'Mamang'. Ini karena beliau adalah orang tua kami dan mengajarkan warga mengaji dan mempraktikan ajaran Islam yang sebenarnya.
Bila Ahok tak percaya omongan saya ini, silahkan datang sendiri ke Jl Sindang Tanjung Priok!

Arief Poyuono (Warga Tionghoa yang sejak tahun 1974 sd 2001 tinggal dan besar di Tanjung Priok).

Sumber: Republika

Share:

Bela Ahok, Romo : Luhut Berkepentingan dengan Reklamasi!

IniMedan.com
Gema Indonesia - Kedatangan Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan menemui Ketua Umum MUI, KH Ma'ruf Amin, Rabu malam (1/2 /2017) dinilai bukan tanpa agenda. Luhut dinilai membela Ahok lantaran berkepentingan dengan reklamasi teluk Jakarta.

“Memangnya MUI sekarang ada dibawah Menko Maritim maritim? Ini jadi semakin menguatkan bahwa ada apa-apanya antara Luhut dan Ahok terutama terkait reklamasi,” ujar Raden Muhammad Syafeii, anggota Komisi III DPR RI, Kamis (2/2/2017) di komplek parlemen Jakarta.
Raden Muhammad Syafeii yang juga dipanggil Romo mengatakan hal itu menanggapi langkah Luhut ditengah gencarnya gelombang kebencian kepada Ahok lantaran menyudutkan dan melecehkan KH Ma'ruf Amin dalam sidang ke 8 kasus penistaan agama. Bahkan Ahok sempat mengancam akan mempolisikan KH Ma'ruf Amin.
Romo menambahkan manuver Luhut yang didampingi Kapolda Metro Jaya dan Pangdam Jaya saat menemui KH Ma'ruf Amin semakin nyata membuktikan dukungan pemerintah terhadap Ahok. Namun, berbagai langkah untuk melindungi Ahok tersebut menjadi gagal karena karakter dan ulah Ahok sendiri.
“Kasus di persidangan yang mengancam saksi Ketua MUI KH Ma'ruf ruf Amin dan pernyataannya soal rekaman atau sadapan adalah bukti bahwa Ahok tidak bisa menutupi hal-hal yang justru selama ini ditutupi oleh tim pendukungnya sendiri. Maka timnya seperti menjadi tukang membersihkan kotoroan atau herder yang siap menggonggong jika ada yang dianggap mengganggu,” ujar Romo.
Romo yang juga politisi Partai Gerindra ini melihat pernyataan tegas Ahok bahwa dia memiliki rekaman pembicaraan antara SBY dan Ma'ruf Amin tidak bisa dibenarkan. Sebab rekaman seperti itu hanya bisa dilakukan oleh BIN. Selebihnya, mereka atau mereka berarti melanggar aturan UU Telekomunikasi maupun UU ITE dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun.
“Jadi cuma dua kemungkinan yang menyadap kalau tidak BIN atau penyadapan ilegal sendiri. Saya rasa nekad kalau BIN berani menyadap SBY dan kalau dilakukan sendiri pasti ilegal dan ancaman hukumannya jelas 15 tahun. Ini delik umum harusnya polisi bergerak tanpa perlu ada laporan, kalau tidak ada apa-apanya,” tambahnya.
Romo juga mengingatkan Polri untuk segera menahan Ahok. Alasannya, Ahok telah mengulangi perbuatannya dengan menghina para ulama dan menimbulkan keresahan. Selain itu jelas-jelas berupaya mempengaruhi jalannya persidangan dengan bukti yang pasti didapat dengan cara ilegal dan mengintimidasi saksi.
"Jadi tidak ada alasan buat polisi untuk tidak menahannya,” tandasnya.(dia)


Share:

Untuk Saudaraku, Warga PDIP - Oleh Asyari Usman (Journalist)

LinkedIn
Gema Indonesia Salut terhadap keimanan Anda pada slogan "tidak boleh ada agama apa pun yang mengklaim kepemilikan atas Indonesia." Dalam konteks terkini di Indonesia, tentu "agama" yang dimaksudkan oleh slogan ini adalah Islam. Begitu juga ketika Ibu Megawati Soekarnoputri menyebut keberadaan "ideologi tertutup" (dalam pidato ulang tahun PDIP ke-44), saya yakin sekali telunjuk Bu Mega waktu itu tertuju kepada Islam dan umat Islam.


Karena itu, mohon maaf, saya akan mendikotomikan PDIP vs Islam sepanjang tulisan saya ini. Anda tidak perlu malu-malu atau ragu bahwa setiap kali saudaraku PDIP menyebutkan lawan Anda, saya yakin 100% yang Anda maksud itu merujuk pada Islam dan umat Islam. Kalau Anda membantah, silakan buat sidang para saksi ahli bahasa, ahli politik, ahli psikologi dan ahli sejarah untuk menilai ke mana "telunjuk permusuhan" itu Anda arahkan.
Mungkin saja Anda akan berkilah, "Ah, yang kami maksudkan adalah orang Islam yang radikal, yang tidak toleran, dsb". Kalau yang diam-diam dan tidak mengganggu agenda Anda dan agenda-agenda para sekutu Anda, itu tidak masalah.
Anda akan mengatakan, "Orang seperti Habih Rizieq Shihab (HRS) dan gerbong FPI-nya, itulah yang akan kami sikat habis," seperti dikatakan oleh ketua PDIP Surabaya (silakan cari di YuoTube: pidato ketua PDIP Surabaya).
Jika Anda berpikiran seperti itu, saya khawatir Anda keliru, wahai saudaraku warga PDIP. Sebab, suka atau tidak suka, HRS dan gerakan FPI yang berkaitan dengan akai-aksi damai belakangan ini mendapatkan sambuatn langsung atau tidak langsung dari semua komponen umat Islam secara luas. Kita hitung saja, seberapa kuatkah FPI dan HRS untuk bisa mempengaruhi 3-4 juta umat Islam yang ikut dalam sejumlah aksi damai? Kalau umat secara luas tidak mendukung, kecil kemungkinan HRS bisa mengerahkan umat Islam sebegitu besar.
Dalam kajian psikologi massa dan kajian survei dengan random sampling, jumlah yang sebegitu besar semestinya mencerminkan basis dukungan yang sangat besar pula di kalangan umat Islam. Singkatnya, kalau Anda sekarang membidik HRS dan FPI, dan mengatakan bahwa Anda akan menghancurkan mereka, saya yakin 110% bahwa puluhan juta umat Islam di luar FPI merasa mereka juga adalah sasaran "sikat habis" yang Anda maksudkan.
Saudaraku, warga PDIP. Bagus sekali keinginan Anda untuk menjaga keutuhan NKRI. Itu juga yang ditekadkan oleh umat Islam. Tetapi, sebaiknya Anda merenung agak dalam sedikit apakah tidak ada "penumpang gelap" yang berlindung di balik slogan Anda itu? Tidakkah Anda melihat mereka yang berlindung di belakang Banteng PDP sambil menjalankan agenda mereka sendiri, padahal mereka berpuraura-pura menjadi bagian dari PDIP dan perjuangan PDIP. Yaitu elemen yang berparasit di balik kekuatan politik PDIP, tetapi sesungguhnya mereka menjadikan Anda sebagai "mitra ecek-ecek" demi memperbesar pengaruh mereka dan memperkuat cengkeraman mereka di Indonesia melalui penguasaan mutlak sektor perekonomian dan keuangan negara ini.
Mudah-mudahan saja Anda tahu siapa mereka. Seandainya ada yang tidak tahu, sedih juga. Untuk yang belum tahu karena berbagai alasan, kami bantu untuk mengenali mereka. Mereka adalah orang-orang yang merasa Islam sebagai penghambat ambisi untuk menguasai negara ini. Mereka sangat senang dengan manuver PDIP yang siap menghabisi HRS dan FPI, yang berarti Anda pada akhirnya berhadapan frontal dengan umat Islam secara keseluruhan. Tidak hanya senang, mereka bahkan mungkin siap berkontribusi untuk itu. Tetapi apakah Anda, saudaraku warga PDIP, yakin bahwa mereka adalah sahabat yang bisa Anda percaya? Apakah Anda sangka mereka adalah orang yang senasib-sepenanggungan dengan Anda?
Saudaraku, warga PDIP yang saya hormati. Sudah pernahkan Anda uji orang-orang yang berlindung di kandang Banteng untuk mengetahui apakah mereka benar-benar "kawan setia" Anda, teman sehidup-semati, teman yang akan membantu orang-orang kecil yang selama ini Anda perjuangkan?
Sudah lupakan Anda, wahai saudaraku warga PDIP, bagaimana tempohari mereka menyalahgunakan dana BLBI semasa krisis moneter 1998? Jangan-jangan sebagian besar Anda tidak mendapatkan informasi yang utuh tentang BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia), yaitu pinjaman dari Dana Monoter Internasional (IMF) yang disalurkan kepada 48 bank swasta di Indonesia, yang para pemiliknya adalah orang-orang yang sekarang mungkin, sekali lagi mungkin, mendukung Anda untuk menghabisi Habib Rizieq Shihab dan FPI. Mereka itu mengantungi dana BLBI sebesar Rp147 triliun untuk mencegah kebangkrutan karena ulah mereka sendiri; walaupun kemudian terbongkar bahwa mereka dengan lihainya menggelapkan dana BLBI itu untuk mereka sendiri. Tetapi, alhamdulillah, pinjaman IMF itu sudah dibayar oleh rakyat Indonesia yang sebagian besar adalah umat Islam.
Tahukah Anda berapa banyak orang Indonesia asli sebagai pemilik bank-bank swasta itu? Sudah lupakah Anda ketika mereka membawa lari uang rakyat ke luar negeri, memarkirkannya di Singapura, Hong Kong, Shanghai, dan di surga-surga penyimpanan uang lainnya? Pedulikah mereka dengan rakyat kecil? Pedulikah mereka dengan Anda, saudaraku warga PDIP?
Tidakkah Anda saksikan siapa-siapa sajakah yang memiliki konglomerasi dana dan kekayaan property di Indonesia ini? Berapa persenkah orang Indonesia asli yang bisa membeli apartemen supermewah di supercondo yang mereka bangun di kota-kota besar di Indonesia ini?
Tidakkah Anda terpanggil untuk memikirkan sejenak dampak buruk dari kepemilikan sebagian besar stasiun televisi swasta oleh mereka; yaitu dampak negatif terhadap pembentukan karakter dan akhlak generasi mudah Indonesia?
Tahukan Anda bahwa rata-rata pengusaha yang berbeda kulit dengan Anda itu, menyekolahkan anak-anak mereka ke luar negeri dengan biaya mahal?
Sudahkah pernah Anda coba melamar pekerjaan senior di perusahaan-perusahaan milik mereka? Berapa banyakkah orang Indonesia asli yang bekerja sebagai staf senior di BCA, Sinarmas, Agung Podomoro, Summarecon, Lippo Group, Salim Group, dll?
Supaya tidak semakin panjang, satu lagi pertanyaan: apakah Anda, saudaraku warga PDIP, merasa lebih baik mencaci-maki dan mengancam HRS dan FPI, yang berarti juga mencaci-maki umat Islam pada umumnya, ketimbang ikut menegakkan keadilan hukum dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia?
Semoga Indonesia tetap damai dan tenteram. Mohon maaf jika ada yang tidak berkenan!


Share:

Daftar Berita

Blog Archive

Theme Support