February 3, 2017

Pengasuh Ponpes Tebu Ireng Sebut Pendataan Ulama di Jombang Mirip Zaman PKI


Gema Indonesia - Pendataan ulama pesantren oleh polisi di Kabupaten Jombang, Jawa Timur membuat para kiai di Kota Santri Jombang resah. Dalam situasi seperti sekarang para kiai khawatir pendataan tersebut akan menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan.

Kekhawatiran para kiai pesantren atas pendataan yang dilakukan polisi sebagaimana diungkapkan KH Mohamad Irfan Yusuf, salah satu pengasuh pondok pesantren di Dusun Tebu Ireng Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur.

Gus Irfan panggilan akrab Kiai Mohamad Irfan Yusuf mengaku bingung dan bertanya-tanya kenapa polisi mendata para kiai. Menurut dia, yang dilakukan polisi ini mirip dengan situasi seperti pada zaman PKI puluhan tahun silam. Cara polisi meminta data menurutnya juga sangat tidak etis.

Saat itu, kata dia, polisi tiba-tiba datang ke pesantren dan meninggalkan blangko atau angket agar diisi oleh kiai tanpa memberikan penjelasan maksud dan tujuannya. Dalam situasi seperti sekarang cara polisi meminta data seperti ini tentu saja membuat para kiai resah dan bertanya-tanya.

Sebelumnya, Kapolres Jombang AKBP Agung Marliyanto meminta maaf kepada para kiai dan ulama atas kesalahpahaman mengenai pendataan terhadap para ulama di wilayah Kabupaten Jombang.

Menurut Kapolres yang terjadi sebenarnya hanyalah pendataan terhadap potensi wilayah yang ada di masyarakat bukan khusus terhadap para kiai.

“Bisa data potensi bencana, harga-harga kebutuhan pokok, nama-nama tokoh masyarakat dan masih banyak lagi,” kilah Kapolres

Sumber: Panjimas
Share:

GNPF: Fatwa MUI Sumber Rujukan Umat Islam, Jangan Rendahkan Kehormatan Ulama!


Gema Indonesia - MUI adalah tempat berkumpulnya para ulama dan zu’ama dari berbagai disiplin keilmuan. Berasal dari seluruh daerah di Indonesia. Perwakilan dari umat Islam yang jumlahnya 200 juta.

“Kehadiran kita di sini bersama-sama kami ingin mempertegas dukungan kita kepada fatwa ulama dan juga kepada guru kita Ketua Umum MUI KH Ma’ruf Amin,” kata Ketua GNP-MUI, Ustadz Bachtiar Nasir di Gedung MUI, Jum’at (3/2).

Dikatakan UBN, begitu beliau akrab disapa, MUI memang bertugas untuk memberikan pandangan keagamaan atas peristiwa yang terjadi. MUI tidak pernah gegabah dalam mengambil fatwa. Ada banyak prosedur dan hal yang harus dipertimbangkan.

“KH. Ma’ruf Amin adalah ulama sepuh. Tapi mau hadir sebagai saksi ahli. Padahal beliau punya pilihan untuk tidak hadir. Tapi yang membuat kami kecewa, di sidang penodaaan agama itu, ulama malah dinistakan,” ungkap UBN marah.

Terkait kejadian di persidangan, UBN menegaskan, kelakuan Ahok sebetulnya tidak perlu ada laporan dari masyarakat. Seharusnya bisa langsung ditangkap. Karena bukan delik aduan. Aparat harus berlaku adil kepada umat Islam.

UBN mengecam keras atas perilaku tak pantas Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan pengacaranya kepada guru kami KH. Ma’ruf Amin. Karena KH. Ma’ruf bukanlah pribadi. Tapi ia mewakili MUI dan mewakili umat Islam.

“Kalaupun KH. Ma’ruf Amin sudah memaafkan, itu hak beliau. Tapi beliau mengatakan, bahwa adalah hak umat untuk bertindak dan bersikap. Karena KH. Ma’ruf memang milik umat Islam Indonesia.

Hukum di Indonesia harus ditegakkan seadil-adilnya. Hukum yang berkeadilan. Percakapan di persidangan ada buktinya. Ada UU ITE. tinggal keseriusan aparat untuk menangkap Ahok dan memprosesnya. Demi memenuhi rasa keadilan dan tegaknya hukum.

GNPF menilai, MUI adalah organisasi Islam yang menghimpun organisasi Islam yang terdiri dari ulama dan zu’ama. MUI menjadi sumber rujukan ummat Islam dalam kehidupan beragama.

“Pemerintah RI selama ini menjadikan fatwa MUI sebagai rujukan. Bahkan, dalam mengeluarkan fatwa, MUI menempuh prosedur dan protap dan berbagai pertimbangan yang panjang”

GNPF juga menilai, prasangka buruk dan ujaran tak beradab yang dilontarkan Ahok dan pengacaranya kepada KH. Ma’ruf Amin sudah kelewat batas. GNPF memandang bahwa sikap dan kata-kata Ahok dan pengacaranya adalah sikap yang merendahkan marwah ulama. 

Sumber: Panjimas
Share:

GNPF dan FUI Resmi Serukan Umat Ikuti Aksi Damai 112


Gema Indonesia - Forum Umat Islam (FUI) dan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI (GNPF-MUI), resmi mengumumkan lanjutan aksi damai.

Melalui laman Instagram-nya, GNPF MUI mengungkao akan membuat aksi yang sedikit berbeda dengan dua aksi sebelumnya yakni 411 dan 212.

“GNPF MUI menyerukan untuk mengikuti long march jalan sehat Spirit 212 yang diprakarsai FUI, Sabtu 11 Feb 2017. Kumpul di Monas 7 WIB. Long March dari Monas ke Bunderan HI. Allahu Akbar,” tulis pengumuman aksi yang diserukan akun resmi GNPF MUI, bela.quran, Sabtu (4/2).

Dalam aksi tersebut, sejumlah pengurus GNPF dan beberapa tokoh ulama akan hadir. Di antaranya Ketua GNPF, Ustaz Bachtiar Nasir, Wakil Ketua GNPF, Zaitun Rasmin, Munarman, dan Ketua Dewan Pembina GNPF, Habib Rizieq Syihab.

Sebelumnya FUI juga telah menjelaskan dalam aksi itu juga didatangkan ratusan pengkhatam quran dari seluruh Indonesia.

Sumber: eramuslim
Share:

Ahok Disebut Jauh dari Etika Seorang Pemimpin


Gema Indonesia - Sekertaris Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Pedri Kasman mengatakan seorang pemimpin pada level manapun harus dilandasi oleh etika dan adab yang tinggi. Namun, menurut Pedri, Basuki Tjahaja Purna alias Ahok jauh dari sifat kepemimpinan tersebut, termasuk penasehat hukumnya. 

Pedri mengatakan, Ahok dan kuasa hukumnya telah mencederai persidangan dengan menekan dan mengancam saksi, lalu mengumbarnya ke publik dengan sangat jumawa.

"Tujuannya tak lain untuk membangun opini bagi kepentingan politik jangka pendek yang haus kuasa," ujarnya dalam siaran pers, Sabtu (4/2).

Lebih lanjut, Pedri mengatakan, Ahok patut diingatkan akan budaya luhur bangsa, santun dan hormat pada semua, terlebih pada para ulama.

"Adab dan etika adalah pegangan paling berharga yang harus dimiliki oleh semua anak bangsa. Jangan karena kepentingan jangka pendek, kita menggadaikan segalanya," kata dia.

Pedri berharap, agar tidak ada pemimpin yang meniru cara-cara arogan dan tidak pantas yang dilakukan Ahok pada Kiai Ma'ruf Amin. "Semoga tidak ada pemimpin lain yang meniru tingkah Ahok dan para pembelanya," katanya.

Sumber: Republika
Share:

Nahdlatul Wathan: Perlakuan Ahok terhadap Ma'ruf, Penistaan Yang Berbahaya


Gema Indonesia - Pengurus Besar Nahdlatul Wathan mengecam perlakuan tidak senonoh yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan tim hukumnya terhadap KH. Ma'ruf Amin. Sikap Ahok yang menyerang KH. Ma'ruf Amin dalam sidang kasus penistaan agama pada Selasa (31/1) dinilai sebagai penistaan yang sungguh berbahaya.

''Perlakuan tidak senonoh yang dilakukan oleh Saudara Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan tim pembelanya terhadap KH. Ma’ruf Amin dalam kapasitas beliau sebagai saksi dalam persidangan kasus penistaan agama pada hari Selasa tanggal 31 Januari 2017, adalah penistaan yang berbahaya,'' tulis surat pernyataan sikap PB Nahdlatul Wathan yang ditandatangani oleh ketua umum Dewan Tanfiziyyah PBNW, Dr. TGH. Muhammad Zainul Majdi, MA. dan Sekretaris Jenderal Dewan Tanfiziyyah PBNW, TGH. Hasanain Juaini, Lc. MH., Jumat (3/2).

''Ini mengingat KH. Ma’ruf Amin adalah ulama Islam, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan sekaligus Rais Aam Dewan Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU),'' dalam surat pernyataannya yang diterima Republika.co.id.

Nahdlatul Wathan menilai perlakuan tidak senonoh Ahok dan tim hukumnya terhadap KH. Ma'ruf Amin merupakan salah satu bukti serangan sistemik terhadap Islam. Karena itu, pihaknya menyerukan kepada seluruh umat Islam untuk selalu mewaspadai berbagai ancaman terhadap NKRI, Majelis Ulama Indonesia, Ormas-ormas Islam serta para ulamanya.

Umat Islam juga diminta untuk meningkatkan diri sehingga selalu siap siaga memberikan pembelaan dengan sebaik-baiknya. ''Umat Islam di manapun berada diminta berpegang teguh kepada ajaran agama, Konstitusi Negara serta para ulama dan pemimpin ummat,'' sebutnya. ''Dan, tidak lupa memelihara ukhuwwah dan mengutamakan kemaslahatan bersama.''

Nahdlatul Wathan menilai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah karya dan sumbangan besar para ulama bangsa Indonesia. Oleh karenanya, NKRI wajib dipertahankan selama hayat di kandung badan.

Sementara, Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah wadah resmi pemersatu Ummat Islam dan seluruh organisasi massanya demi menyatukan gerak dan langkah dalam mengisi kemerdekaan Bangsa Indonesia agar selaras dengan cita-cita bangsa Indonesia.

''Al-Irsyad, Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Persis, Jam’iyyah Al-Washliyyah, Nahdlatul Wathan dan lain sebagainya adalah organisasi masyarakat yang didirikan oleh para ulama Bangsa Indonesia yang bertujuan membimbing ummat Islam Indonesia agar menjadi hamba Allah yang shalih serta warga negara yang dapat memberikan sumbangsihnya bagi bangsa Indonesia,'' sebutnya.

Sumber: Republika
Share:

Sujiwo Tejo: Ahok, 'Wassalam'


Gema Indonesia - Seniman Sujiwo Tejo mengatakan, sejatinya tinggal dua pasangan calon di Pilgub DKI Jakarta. Sebab, dia menilai Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sudah tidak layak menjadi calon gubernur. 

"Bila salah satu sudah patut diduga arogan, maka sejatinya dalam Pilkada DKI ini kalian tinggal punya dua pasangan calon," kata Sujiwo Tejo ketika dikonfirmasi Republika.co.id, Jumat (3/2).

Menurut Sujiwo Tejo, Ahok patut diduga memiliki perangai yang arogan. Dia pun menjelaskan, kenapa arogan itu tidak baik. Arogan tidak sama dengan urakan. Jika arogan adalah melanggar etika karena mentang-mentang, urakan adalah melanggar karena sebuah etika sudah tidak cocok dengan nurani. 

"Melanggar etika lantaran mentang-mentang itulah arogan," katanya.

Sujiwo Tejo pun menjelaskan kata yang merujuk pada kata 'mentang-mentang' yang dia maksud, yaitu adigang, adigung, dan adiguna. Adigang adalah mentang-mentang banyak beking dari kekuasaan, adigung adalah mentang-mentang darah-ras-suku unggul, dan adiguna adalah mentang-mentang dibackup intelektual. 

"Watuk (batuk) ada obatnya, watak susah obatnya. Sudah minta maaf, ngulangi lagi. Akan looping terus. Ya sudah maafkan saja, tapi "wassalam"."

Sumber: Republika
Share:

Daftar Berita

Blog Archive

Theme Support